Welcome to UJP Official Website

Main | Registration | Login
Friday, 29/Mar/2024, 3:49 AM
Welcome Guest | RSS
Site menu
Our poll
Rate my site
Total of answers: 159
Statistics

Total online: 1
Guests: 1
Users: 0
Login form
Main » 2011 » January » 29 » Kesultanan Riau-Lingga ( 1824–1911 )
11:14 PM
Kesultanan Riau-Lingga ( 1824–1911 )

Ibu kota               Daik dan Pulau Penyengat

Bahasa  Melayu

Agama  Islam

Pemerintahan   Monarki

Sultan

 - 1818-1832        Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah

 - 1832–1835       Sultan Muhammad II Muadzam Syah

 - 1835–1857       Sultan Mahmud IV Mudzafar Syah

 - 1857–1883       Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah

 - 1885–1911       Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah


Sejarah

 - Traktat London                       1824

 - Pembubaran oleh Belanda       1911

Kesultanan Riau-Lingga adalah kerajaan Islam yang berpusat Kepulauan Lingga yang merupakan pecahan dari Kesultanan Johor. Kesultanan ini dibentuk berdasarkan perjanjian antara Britania Raya dan Belanda pada tahun 1824 dengan Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah sebagai sultan pertamanya. Kesultanan ini dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda pada 3 Februari 1911.

Wilayah Kesultanan Riau-Lingga mencakup provinsi Kepulauan Riau modern, tapi tidak termasuk provinsi Riau yang didominasi oleh Kesultanan Siak, yang sebelumnya sudah memisahkan diri dari Johor-Riau.

Kesultanan ini memiliki peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi bahasa standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis.

Riau-Lingga pada awalnya merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian Kesultanan Johor-Riau. Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III mangkat. Ketika itu, putra tertua, Tengku Hussain sedang melangsungkan pernikahan di Pahang. Menurut adat Istana, seseorang pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di samping Sultan ketika mangkat. Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung putra tertua, Husain, sedangkan Belanda mendukung adik tirinya, Abdul Rahman. Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda. Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Riau-Lingga dengan gelar Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah, dan berkedudukan di Daik, Kepulauan Lingga.

Sultan Hussain yang didukung Britania pada awalnya beribukota di Singapura, namun kemudian anaknya Sultan Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan kesultanan Johor modern.

Pada tanggal 7 Oktober 1857 pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya, yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan raja muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan Bugis disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah pada 1899. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke Singapura. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah langsung pada tahun 1913.

Views: 3188 | Added by: YON | Rating: 0.0/0
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Search
Calendar
«  January 2011  »
SuMoTuWeThFrSa
      1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031
Entries archive
Site friends
  • Create your own site

  • Copyright MyCorp © 2024 |