Ibu kota Daik dan Pulau Penyengat
Bahasa Melayu
Agama Islam
Pemerintahan Monarki
Sultan
- 1818-1832 Sultan
Abdul Rahman Muadzam Syah
- 1832–1835 Sultan
Muhammad II Muadzam Syah
- 1835–1857 Sultan
Mahmud IV Mudzafar Syah
- 1857–1883 Sultan
Sulaiman II Badarul Alam Syah
- 1885–1911 Sultan
Abdul Rahman II Muadzam Syah
Sejarah
- Traktat London 1824
- Pembubaran oleh Belanda 1911
Kesultanan Riau-Lingga adalah
kerajaan Islam yang berpusat Kepulauan Lingga yang merupakan pecahan dari
Kesultanan Johor. Kesultanan ini dibentuk berdasarkan perjanjian antara Britania
Raya dan Belanda pada tahun 1824 dengan Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah
sebagai sultan pertamanya. Kesultanan ini dihapuskan oleh pemerintah kolonial
Belanda pada 3 Februari 1911.
Wilayah Kesultanan Riau-Lingga
mencakup provinsi Kepulauan Riau modern, tapi tidak termasuk provinsi Riau yang
didominasi oleh Kesultanan Siak, yang sebelumnya sudah memisahkan diri dari
Johor-Riau.
Kesultanan ini memiliki peran
penting dalam perkembangan bahasa Melayu hingga menjadi bentuknya sekarang
sebagai bahasa Indonesia. Pada masa kesultanan ini bahasa Melayu menjadi bahasa
standar yang sejajar dengan bahasa-bahasa besar lain di dunia, yang kaya dengan
susastra dan memiliki kamus ekabahasa. Tokoh besar di belakang perkembangan
pesat bahasa Melayu ini adalah Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan
keturunan Melayu-Bugis.
Riau-Lingga pada awalnya
merupakan bagian dari Kesultanan Malaka, dan kemudian Kesultanan Johor-Riau.
Pada 1811 Sultan Mahmud Syah III mangkat. Ketika itu, putra tertua, Tengku
Hussain sedang melangsungkan pernikahan di Pahang. Menurut adat Istana,
seseorang pangeran raja hanya bisa menjadi Sultan sekiranya dia berada di
samping Sultan ketika mangkat. Dalam sengketa yang timbul Britania mendukung
putra tertua, Husain, sedangkan Belanda mendukung adik tirinya, Abdul Rahman.
Traktat London pada 1824 membagi Kesultanan Johor menjadi dua: Johor berada di
bawah pengaruh Britania sedangkan Riau-Lingga berada di dalam pengaruh Belanda.
Abdul Rahman ditabalkan menjadi raja Riau-Lingga dengan gelar Sultan Abdul
Rahman Muadzam Syah, dan berkedudukan di Daik, Kepulauan Lingga.
Sultan Hussain yang didukung
Britania pada awalnya beribukota di Singapura, namun kemudian anaknya Sultan
Ali menyerahkan kekuasaan kepada Tumenggung Johor, yang kemudian mendirikan
kesultanan Johor modern.
Pada tanggal 7 Oktober 1857
pemerintah Hindia-Belanda memakzulkan Sultan Mahmud IV dari tahtanya. Pada saat
itu Sultan sedang berada di Singapura. Sebagai penggantinya diangkat pamannya,
yang menjadi raja dengan gelar Sultan Sulaiman II Badarul Alam Syah. Jabatan
raja muda (Yang Dipertuan Muda) yang biasanya dipegang oleh bangsawan keturunan
Bugis disatukan dengan jabatan raja oleh Sultan Abdul Rahman II Muadzam Syah
pada 1899. Karena tidak ingin menandatangani kontrak yang membatasi
kekuasaannya Sultan Abdul Rahman II meninggalkan Pulau Penyengat dan hijrah ke
Singapura. Pemerintah Hindia Belanda memakzulkan Sultan Abdul Rahman II in
absentia 3 Februari 1911, dan resmi memerintah langsung pada tahun 1913.
|